http://www.fcbarcelona.co.id/

Senin, 05 Januari 2015

MAKALAH PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG DILAKUKAN PERANG SIPIL BOSNIA ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG DILAKUKAN
PERANG SIPIL BOSNIA
ILMU SOSIAL DASAR




















NAMA           : MOHAMAD YANI
                                                 NPM              :1B114820
KELAS 1KA10

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Hak asasi manusia merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia dalam kandungan. Pada pasal 1 butir 1 UU No. 39 tahun 1999 yang berbunyi “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Allah SWT dan merupakan anugrah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

1.2  Rumusan Masalah
Hal-hal yang akan dibahas kasus ini dapat dilihat dari perumusan masalah. Rumusan masalah mengenai pelanggaran hak asasi manusia perang sipil Bosnia:
1.      Pelanggaran hak asasi manusia apa yang dilakukan militer Bosnia?
2.      Bagaimana penyelesain dari pelanggaran tersebut?
3.      Kapan pelanggaran itu terjadi?

1.3  Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui makalah pelanggaran hak asasi manusia oleh China adalah :
1.      Untuk mengetahui tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi pada perang sipil Bosnia.
2.      Untuk mengetahui penyelesaian masalah dari pelanggaran Hak Asasi Manusia pada perang sipil Bosnia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Permasalahan
Kekuatan yang berpengaruh dalam sejarah negeria Bosnia muncul pada akhir abad ke-13, ketika wilayah tersebut ditaklukkan oleh kerajaan Turki Usmani. Dalam perkembangannya, kaum Muslim Bosnia mendapatkan status sama dengan orang Turki asli. Mereka menjadi tangan kanan orang Turki untuk memerintah penduduk Bosnia yang tetap memeluk agama leluhurnya. Oleh karena itu mereka menjadi pembela fanatik Kesultan Usmani untuk menjaga hak-hak istimewa mereka. Ketika Turki melemah, negara-negara jajahannya di Balkan memerdekakan diri. Salah satu di antaranya adalah Serbia. Negara yang baru merdeka ini berusaha menggabungkan Bosnia namun ambisinya digagalkan oleh kekaisaran Austria - Hongaria, yang mencaplok wilayah tersebut pada tahun 1908. Hal tersebut kemudian mendorong kaum nasionalis Serbia membunuh putera mahkota kekaisaran tersebut di Sarajevo pada tahun 1914, yang kemudian menyebabkan pecahnya Perang Dunia I.
Setelah Perang Dunia I usai, Bosnia-Herzegovina, bersama-sama dengan Kroasia, Slovenia, dan Vojvodina, diserahkan oleh Austria kepada Kerajaan Serbia-Montenegro. Dari penggabungan ini muncullah Kerajaan Yugoslavia (Slavia Selatan). Akan tetapi perpecahan segera melanda negeri itu akibat pertentangan dua etnis utamanya. Orang Serbia berusaha membangun negara kesatuan sementara orang Kroasia menginginkan federasi yang longgar. etnis Bosnia terjebak dalam pertikaian tersebut karena kedua pihak memperebutkan wilayah tersebut. Beberapa etnis Bosnia mendukung klaim Serbia dan menyebut dirinya sebagai etnis Serbia. Namun lebih banyak lagi yang pro Kroasia dan menyebut dirinya sebagai orang etnis Kroasia. Pertentangan tersebut kemudian meledak menjadi kekerasan setelah Jerman Nazi menguasai Yugoslavia tahun 1941.
Setelah meraih kekuasaan atas Yugoslavia, Tito berusaha membangun kembali persaudaran negeri itu di bawah bendera komunisme. Dalam upayanya untuk mengatasi perselisihan antar kelompok etnis dan agama, dia membentuk negeri itu menurut sistem federal yang ditarik berdasarkan etnisitas. Bosnia, yang karena memiliki penduduk yang plural, merupakan ujian berat bagi Tito. Orang Serbia menuntut penggabungan wilayah tersebut karena penduduk Serbia yang hampir mencapai setengah dari total penduduk di sana pada masa itu. Akan tetapi Tito menolaknya. Dia tidak ingin membuat Serbia menjadi kuat seperti sebelumnya. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk memecah belah orang Serbia. Wilayah Serbia diperkecil dengan membentuk dua republik federal (yaitu Montenegro dan Makedonia) serta dua propinsi otonom (Vojvodina dan Kosovo). Tito, sebagai seorang Kroasia-Bosnia, memutuskan bahwa wilayah Bosnia-Herzegovina harus menjadi sebuah republik federal.
Dengan demikian, orang Serbia dapat diimbangi oleh gabungan etnis Bosnia-Kroasia di wilayah tersebut. Selain itu, Tito memutuskan bahwa etnis Bosnia diperbolehkan menyebut dirinya sebagai orang Muslimani (Muslim) sehingga tidak perlu menyebut dirinya sebagai orang Muslim Serbia atau Muslim Kroasia.
Dalam menghadapi ketidakpuasan atas keputusan tersebut, rezim Tito memakai tangan besi untuk menghadapinya. Cara tersebut memang efektif tapi hanya untuk sementara waktu. Ketika Tito meninggal, pertikaian antar etnik dan menjurus kepada agama kembali meletus di Yugoslavia, yang kemudian meruntuhkan negara tersebut.
Pada tahun 1389, orang–orang Utsmaniyah yang dipimpin oleh Sultan Murad bin Orkhan berhasil meraih kemenangan yang meremukkan tentara Serbia dalam perang Kosovo, dan menjadikan Bosnia sebagai bagian dari wilayah Utsmaniyah (Turki) dari tahun 1463. Sejak saat itulah Islam mulai menyebar dan mendarah daging di sana. Orang–orang Utsmaniyah telah menderita kerugian cukup lama karena kekayaan lokal negeri ini disubsidi oleh orang–orang Eropa.
Pada tahun 1878, Austria berhasil menguasai dua wilayah, yaitu Bosnia dan Herzegovina yang telah direbutnya dari tangan pemerintahan Utsmaniyah. Maka, pada tahun 1908, kekaisaran Austria mengumumkan penggabungan Bosnia dan Herzegovina ke dalam wilayahnya. Etnis Bosnia bangkit menentang keputusan ini dengan segala kekuatan, tetapi usaha mereka berakhir dengan sia–sia. Percikan awal yang menyebabkan terjadinya Perang Dunia I bermula dari Sarajevo (ibukota Bosnia) sebagai pengaruh atas pembunuhan putra mahkota Austria, Frans Ferdinand dan istrinya di tangan seorang pemuda bernama Princip yang mengaku sebagai pemuda anggota gerakan Serbia raya. Peperangan ini telah membawa kehancuran kekaisaran Austria/Hungaria. Maka, Hungaria memisahkan diri dan mendirikan kerajaan Yugoslavia (dengan menjadikan Bosnia dan Herzegovina sebagai bagian dari wilayahnya) pada tahun 1918.
Pada masa antara dua Perang Dunia ini, Bosnia berada di bawah naungan kekuasaan Yugoslavia (Serbia–Kroasia–Slovenia). Pada tahun 1971, negara Federasi Yugoslavia mengizinkan etnis Bosnia untuk membentuk daerah otonomi yang tergabung ke dalam federasi ini (pada masa presiden Bros Tito).
Kemerdekaan Bosnia dan Timbulnya Perang Saudara
Terjadinya perubahan politik globalisasi membawa pangaruh di negara Federasi Yugoslavia. Perang saudara di Yugoslavia diawali dengan merdekanya Kroasia dan Slovenia pada tanggal 25 Juni 1991. Mereka memisahkan diri dari negara Federasi Yugoslavia. Hal ini membuat Serbia marah karena rencananya mendirikan negara Serbia Raya akan gagal apabila negara–negara bagian Yugoslavia satu per satu memisahkan diri. Serbia tidak tinggal diam. Serbia melakukan penyerangan ke Slovenia dan Kroasia untuk mencaplok kembali wilayah yang sudah meredeka itu menjadi wilayah kekuasaan etnis Serbia.
Kemudian, lewat kehancuran Komunis pada tahun 1990, parlemen Bosnia dan Herzegovina malakukan pemungutan suara pada tanggal 15 Oktober 1991 untuk mengusahakan pelepasan wilayah ini dari Yugoslavia, dan hasilnya rakyat Bosnia dan Herzegovina sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Bosnia mengumumkan kemerdekaannya di bawah kepemimpinan Ali Izzet Begovic yang memenangkan pemilihan presiden pada tahun yang sama.
PBB dan negara–negara besar lalu merestuinya, juga lebih dari 120 negara lainnya. Ketika Federasi Yugoslavia itu hancur, tinggallah di Bosnia 60.000 tentara Serbia yang dengan persenjataan dan perbekalan lengkap yang memungkinkan orang–orang Serbia yang minoritas menindas kaum muslimin yang ada di Bosnia.
Tragedi Kemanusiaan Bosnia Herzegovina
Sejak kemerdekaannya, Bosnia Herzegovina baru merasakan kedukaan yang mendalam akibat konflik berdarah yang disebabkan oleh permusuhan monster Serbia. Metode penghapusan ras ini dilakukan terhadap etnis Bosnia sebagai upaya penghilangan etnis tertentu.
Konflik yang terjadi antara etnis Bosnia dan etnis serbia berawal dari keinginan masyarakat Bosnia untuk memerdekakan diri dari wilayah Serbia. Akibat dari jatuhnya kekuatan negara Yugoslavia menjadi beberapa negara. Sehingga Bosnia yang merupakan bagian wilayah dari Yugoslavia juga berusaha untuk memerdekakan dirinya. Hal ini yang kemudian ditentang oleh masyarakat Serbia yang tetap menginginkan Bosnia menjadi wilayah dari negara Serbia. Hal ini disebabkan karena letak etnis Serbia menginginkan menguasai wilayah Bosnia dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Hal ini menyingkirkan etnis asli Bosnia yang tidak menginginkan Bosnia kembali menguasai mereka.
Konflik ini merupakan konflik lokal antara penduduk asli Bosnia yang menginginkan kemerdekaan penuh bagi negara Bosnia sesuai dengan referendum yang telah dilakukan masyarakat Bosnia. Namun hal ini kemudian di tentang keras oleh etnis Serbia. Sehingga konflik ini kemudian menjadi konflik antar etnis. Yaitu antara etnis Serbia dan etnis Bosnia yang memang memiliki banyak perbedaan terutama soal keyakinan. Konflik ini kemudian semakin besar mengingat ada upaya-upaya dari etnis Serbia yang didukung oleh tentara dan presidennya untuk melakukan pembersihan etnis terhadap etnis Bosnia.
Serbia membombardir ibukota Bosnia, Sarajevo dan kota lainnya dibombardir habis–habisan, gerilyawan Bosnia ditangkap dan disiksa dalam kamp–kamp konsentrasi dan puluhan ribu wanita muda dan gadis kecil Bosnia diperkosa. Data menyebutkan bahwa korban kaum muslimin sepanjang perang ini mencapai 200.000 orang yang terbunuh. Dunia pada saat itu dipenuhi oleh korban pembantaian dan kuburan massal yang menakutkan yang ditimpakan Serbia kepada etnis Bosnia.
Konflik ini semakin meningkat ketika Serbia membombardir ibukota Bosnia, Sarajevo dan kota lainnya dibombardir habis–habisan, gerilyawan Bosnia ditangkap dan disiksa dalam kamp–kamp konsentrasi dan puluhan ribu wanita muda dan gadis kecil Bosnia diperkosa. Data menyebutkan bahwa korban etnis Serbia sepanjang perang ini mencapai 200.000 orang yang terbunuh. Dunia pada saat itu dipenuhi oleh korban penyembelihan dan kuburan massal yang menakutkan yang ditimpakan Serbia kepada etnis Bosnia. Sampai pada awal 1993, konflik antara Serbia dan Bosnia masih belum reda walaupun pasukan penjaga perdamaian PBB yang terdiri atas tentara Amerika Serikat, Inggris, Perancis telah melakukan operasi pemeliharaan perdamaian.
Pembantaian ribuan etnis Serbia di Srebrenica pada Juli 1995 juga menjadi konflik ini semakin berkepanjangan. Dan menyebabkan dinamika konflik Bosnia semakin meningkat. Sekitar 8.000 etnis Bosnia, yang sebagian besar adalah pria dan anak laki-laki, dibantai dalam aksi yang paling biadab dalam sejarah Eropa. Pembantaian berlangsung saat pasukan Serbia menyerang wilayah aman dalam perlindungan PBB, yakni Srebrenica. Pasukan Belanda yang berjaga di sana tidak mampu berbuat apa pun. Dalang pembantaian itu Radovan Karadzic, yang saat itu menjabat pemimpin perang Bosnia Serbia, dan Jenderal Ratko Mladic.
Pembantaian ini dimulai ketika para pengungsi yang berasal dari etnis Serbia melakukan pelarian ke wilayah Srebrenica. Para pengungsi ini menyangka bahwa wilayah Srebrenica merupakan wilayah aman karena dijaga oleh pasukan NATO. Namun, ternyata itu hanyalah tipuan dari tentara serbia untuk melakukan pembunuhan massal terhadap etnis Bosnia. Di wilayah ini kemudian ditemukan kuburan massal etnis bosnia yang di kubur secara massal oleh tentara Serbia.



2.2  Penyelesaian Masalah
Komunitas Internasional banyak membantu mengakhiri konflik yang terjadi di bosnia. Pengiriman pasukan perdamaian yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), NATO dan juga upaya perundingan yang diprakarsai oleh Uni Eropa dan juga Amerika Serikat. PBB pada tahun 1992 membentuk UNPROFOR (United Nation Protection Force) yang ditugaskan untuk menjaga perdamaian di negara pecahan Yugoslavia termasuk Bosnia. Pasukan perdamaian ini terdiri dari negara Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Inggris, dan Indonesia. Sekitar 17000 pasukan UNPROFOR. Indonesia juga membantu menjaga perdamaian di Bosnia dengan mengirimkan pasukan Garuda 14 yang terdiri dari 25 anggota yang ditugaskan menjaga perdamaian di Bosnia dan juga memberikan bantuan medis dan obat-obatan.
Beberapa perundingan yang dilakukan oleh PBB, Uni Eropa maupun negara-negara lain:
1.      Perundingan Sarajevo. Pada tanggal 17 Maret 1992 dilaksanakan pertemuan yang kelima kalinya antara tokoh etnis Bosnia Herzegovina (muslim, Kroasia, dan Serbia) yang disponsori oleh masyarakat Eropa dibawah diplomat portugal, Hose Culteri, yang menyarankan adanya kantonisasi. Bosnia Herzegovina akan menjadi negara yang terdiri dari 3 unit etnik dan tetap berada didalam batas wilayah  yang ada sekarang. Usul ditolak oleh presiden Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic yang mengakibatkan tidak tercapainya kesepakatan dalam perundingan tersebut.
2.      Pada tanggal 5 november 1992, perundingan antara ketiga kelompok pihak bertikai di Jenewa untuk menyusun Undang-Undang Republik Bosnia Herzegovina. Pihak muslim Bosnia Herzegovina mendesak diberlakukannya regionalisasi Bosnia Herzegovina tanpa berdasarkan etnis tetapi berdasarkan prinsip geografis.
3.      Pada tanggal 3 dan 4 januari 1993, para wakil dari 3 pihak yang bertikai di Bosnia Herzegovina mengadakan perundingan paripurna untuk pertama kalinya di Jenewa.  Ketua bersama konperensi, Lord Owen dan Vance mengusulkan suatu peta yang membagi Bosnia Herzegovina terdiri atas 10 propinsi dimana masing-masing mempunyai wewenang yang luas dibandingkan dengan pemerintah pusat. Bosnia Herzegovina merupakan negara desentralisasi dengan pemerintah yang kuat di 10 propinsi yang bukan berdasarkan etnis akan tetapi berdasarkan prinsip geografis, historis, dan komunikasi.
4.      Pada tanggal 25-26 mei 1994, wakil pihak yang bertikai diwilayah Bosnia Herzegovina beserta “Kontak Group” internasional masalah Bosnia Herzegovina (wakil negara AS, Rusia dan EU) mengadakan perundingan di Talloires (perancis) guna mencari penyelesaian krisis yang terjadi pada Bosnia Herzegovina. Perundingan yang diadakan selama 2 hari tersebut memfokuskan pembicaraan tentang implementasi keputusan yang dibuat dalam tingkat Menteri dari negara AS, Rusia dan kelompok EU pada tanggal 13 mei 1994 di Janewa yaitu negara federasi muslim-Kroasia Bosnia Herzegovina dimasa yang akan datang memiliki wilayah 51% dan faksi Serbia Bosnia Herzegovina 49% tidak terdapat hasil konkrit dari pertemuan tersebut namun disepakati perundingan akan dilanjut kembali.
5.      Pada tanggal 2 juli 1994 wakil dari pihak bertikai di Bosnia Herzegovina beserta anggota Kontak Group mengadakan pertemuan di Janewa guna membicarakan pengakhiran krisis di Bosnia Herzegovina. Dalam pertemuan tersebut pihak bertikai menyampaikan jawaban atas proposal pembagian wilayah Bosnia Herzegovina yang disampaikan 2 minggu sebelumnya. Pihak muslim Bosnia Herzegovina menyampaikan jawaban pada Kontak Group melalui amplop yang disegel inti jawaban mengatakan bahwa Majelis Serbia Bosnia Herzegovina tidak dalam posisi untuk memutuskan mengenai peace plan Kontak Group tersebut karena proposal Kontak Group dinilai tidak jelas. Dalam jawaban Bosnia Herzegovina mempermasalahkan persetujuan-persetujuan konstitusional, persetujuan penghentian permusuhan, masalah kota Sarajevo, masalah akses Serbia Bosnia Herzegovina kelaut Adriatik, persetujuan implementasi peace plan dan masalah pencabutan sanksi terhadap penduduk Serbia. Jawaban Serbia Bosnia Herzegovina tersebut oleh Kontak Group (kecuali Rusia) merupakan penolakan karena tidak memberikan suatu jawaban. Dan perjanjian ini pun mengalami kegagalan.
Setelah upaya yang dilakukan PBB, Uni Eropa dan negara lainnya mengalami kegagalan dalam kurun waktu 1992 – 1994. Maka pada bulan mei 1995 pakta pengamanan atlantik (NATO) mengambil keputusan invasi militer ke wilayah Serbia. Invasi ini mendapat dukungan dari PBB guna memaksa Serbia untuk melakukan perundingan dalam upaya menyelesaikan konflik diwilayah tersebut. Target operasi militer yang dilakukan oleh NATO ini adalah untuk menghancurkan infrastruktur yang ada diwilayah Serbia. NATO menjadi faktor yang berperan dalam upaya memaksa Serbia untuk  kembali melakukan perundingan guna mencapai perdamaian diBosnia. Karena serangan yang dilakukan NATO berhasil memaksa Serbia untuk mau duduk dan melakukan perundingan dengan Bosnia guna mencapai kesepakatan. Serangan NATO tersebut berhasil melumpuhkan infrastruktur yang ada diSerbia.
Pada bulan november 1995 Serbia dan Bosnia kembali berunding melakukan perjanjian di Dayton Amerika Serikat. Perjanjian ini merupakan puncak dari semua perjanjian yang telah diupayakan PBB, Uni Eropa maupun negara lain. Perjanjian Dayton merupakan nama untuk menghentikan perang di Bosnia yang sudah berlangsung selama 3 tahun terakhir. Perjanjian ini disetujui di Pangkalan Udara Wright-Patterson di Dayton, Ohio.
Hasil perundingan Dayton berisi antara lain:
-          Bosnia menjadi negara tunggal secara internasional
-          Ibukota Sarajevo tetap bersatu dibawah federasi muslim Bosnia
-          Penjahat perang seperti yang telah ditetapkan mahkamah internasional tidak boleh memegang jabatan
-          Pengungsi berhak kembali ketempatnya
-          Pelaksanaan pemilu menunggu perjanjian Paris.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Perang Yugoslavia, yang berawalan pada tahun 1990an, telah memberikan beberapa akibat seperti terpecahnya Yugoslavia menjadi beberapa Negara , seperti Serbia dan Bosnia, serta terlaksananya beberapa pelanggaran HHI sesuai dengan konvensi Jenewa oleh beberapa aktor penjahat Internasional yang pada umumnya juga merupakan komandan seperti Zlatko Aleksovski (komandan penjara) dan Jenderal Tihomir Blaskic (komandan dewan pertahanan kroasia). Pelanggaran HHI terbesar yang dilakukan adalah ketika terjadinya konflik Serbia – Bosnia, dimana Bosnia ingin memerdekakan negaranya dari kedaulatan Serbia yang semenjak itu berhasil merdeka dari Yugoslavia, yang tidak disetujui oleh pihak Serbia. Akibatnya, sekitar dua ratus ribu korban terbunuh. Meskipun konflik tersebut sudah dapat diselesaikan dan para pelanggar HHI sudah dapat diadili di International Court of Justice, dampak yang diberikan akibat dari perang Yugoslavia, khususnya dari konflik Serbia – Bosnia, cukup besar terhadap stabilitas keamanan global. Kasus ini juga merupakan bukti yang cukup nyata bahwa keinginan untuk memiliki power, memperluas itu kekuasaan, serta menjajahi pihak yang powerless atau yang lemah masih ada. Semoga hal seperti ini tidak akan terulang lagi di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
-           



1 komentar:

Popular Posts

Blogger templates

Diberdayakan oleh Blogger.

Kontributor

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger

Blogger templates